Kapan Waktu Terbaik Untuk Umrah? Begini Perbedaan Suasananya di Setiap Musim
Kapan Waktu Terbaik Untuk Umrah? Begini Perbedaan Suasananya di Setiap Musim
Hallo sobat Azka, kali ini Minaz Kembali untuk bahas hal sederhana tapi penting banget kamu perhatikan sebelum ambil paket umroh, yaitu “kapan sih waktu yang cocok dan nyaman untuk kita fokus beribadah di Mekkah dan Madinah?”
image by iStockphoto, pixabay
Banyak orang ingin berangkat umrah, tapi tidak semua memahami bahwa suasana di Tanah Suci bisa sangat berbeda tergantung waktu keberangkatan. Ada musim yang penuh keramaian, ada periode yang tenang dan lapang; ada masa ketika cuaca sangat sejuk dan nyaman, ada juga saat Makkah terasa seperti oven raksasa. Memahami karakter setiap musim bukan hanya membantu memilih waktu yang tepat, tetapi juga mempersiapkan diri secara fisik dan mental agar ibadah bisa lebih maksimal.
Berangkat umrah pada musim dingin sering dianggap sebagai pilihan paling ideal. Suhu di Makkah yang biasanya bisa melampaui 40°C, turun menjadi sekitar 18–28°C. Udara terasa lebih sejuk, membuat thawaf dan sa’i jauh lebih nyaman, terutama bagi jamaah lansia atau yang kurang terbiasa dengan panas ekstrem. Namun, musim dingin juga biasanya menjadi periode favorit banyak negara, sehingga masjid bisa terasa lebih padat, khususnya pada akhir pekan dan waktu-waktu ibadah malam. Meski begitu, suasana malam di Masjidil Haram pada musim dingin punya keistimewaan tersendiri—hening, hangat dalam cahaya lampu, dan membuat ibadah terasa lebih mengalir.
Berbeda halnya dengan musim panas, ketika suhu Makkah bisa mencapai 45°C bahkan lebih. Pada siang hari, marmer pelataran masjid terasa menyengat; jamaah biasanya memilih beribadah di dalam ruangan ber-AC, sementara kegiatan luar dilakukan saat subuh, malam, atau menjelang fajar. Meski tampak berat, musim panas sebenarnya menyimpan banyak “hadiah” tersendiri: suasana masjid cenderung lebih longgar, tawaf tidak sepadat biasanya, dan antrean fasilitas menjadi lebih singkat. Banyak jamaah yang justru menyukai musim ini karena ibadah bisa berjalan lebih tenang tanpa dorong-dorongan atau keramaian ekstrem.
Selain dua musim utama tadi, ada juga musim liburan dan sekolah, seperti pertengahan tahun, akhir tahun, serta cuti panjang di negara-negara Arab dan Asia. Di periode ini, Tanah Suci biasanya dipenuhi keluarga besar dan rombongan. Suasananya sangat hidup: suara anak-anak, keluarga yang berkumpul, banyaknya rombongan dari berbagai negara. Bagi sebagian orang, suasana ini hangat dan menyenangkan. Namun bagi yang ingin khusyuk, mungkin terasa cukup padat. Perlu strategi memilih jam ibadah, misalnya berangkat lebih awal sebelum azan atau memilih jalur masuk yang lebih sepi seperti pintu-pintu samping.
Lalu, bagaimana dengan bulan Ramadhan? Inilah musim paling penuh energi, paling padat, sekaligus paling spiritual. Sejak awal Ramadhan, jamaah mulai berdatangan—dan mendekati 10 malam terakhir, suasana benar-benar membludak. Setiap sudut Masjidil Haram dan Masjid Nabawi dipenuhi lautan manusia yang ingin meraih Lailatul Qadar. Meski padat, ada keberkahan luar biasa yang hanya bisa dirasakan mereka yang benar-benar hadir: suara doa yang menggema, tangisan haru tarawih, duduk tenang menjelang subuh sambil menunggu fajar. Ramadhan memang bukan waktu paling mudah secara fisik, tetapi menjadi waktu yang paling dicari secara spiritual.
Pada akhirnya, tidak ada waktu yang “paling sempurna” untuk semua orang. Yang terbaik adalah yang sesuai dengan kondisi fisik, tujuan ibadah, dan kesiapan hati. Memahami perbedaan suasana setiap musim membantu kita menentukan kapan kita siap berangkat—apakah ingin yang sepi, yang lapang, yang sejuk, atau yang penuh semangat ibadah bersama jutaan umat lainnya. Tanpa disadari, memilih waktu berangkat umrah pun menjadi bagian dari perjalanan spiritual itu sendiri.
Jadi, sudah menentukan mau pergi di musim apa? Yuk segera daftarkan diri kamu menjadi tamuu Allah bersama kami, Hubungi kami untuk info selengkapnya yaa
Salam hangat dari Minaz
-sahabat perjalanan ibadahmu
